Senin, 28 Februari 2011

Kebijakan bank indonesia

komentar saya Arah kebijakan ke depan difokuskan pada upaya untuk mentransformasikan kondisi perekonomian dan perbankan paska krisis saat ini, menuju pertumbuhan yang berkesinambungan, melalui:

1. Pemanfaatan pasokan devisa yang berkesinambungan untuk menutupi kebutuhan impor dan kebutuhan pembiayaan, disamping dapat digunakan untuk memperdalam pasar keuangan serta menopang stabilitas makro, utamanya nilai tukar.
2. Peningkatan permodalan dan kelembagaan serta daya saing perbankan nasional dengan mempercepat proses konsolidasi untuk menyongsong penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
3. Mendorong pertumbuhan yang produktif dan meningkatkan efisiensi dengan mendorong NIM perbankan ke arah yang lebih rendah, efisien, dan kondusif bagi dunia usaha, termasuk sektor UMKM.
4. Partisipatif dalam meningkatkan akses dan keterhubungan masyarakat dengan jasa keuangan maupun lembaga perbankan.
5. Pengembangan Sistem Pembayaran yang diupayakan agar lebih efisien, handal, mudah, dan aman dilakukan dengan menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur, pengembangan sistem, dan penguatan aturan hukum. Upaya pengembangan di bidang Sistem Pembayaran tersebut juga terkait dalam rangka mendorong financial inclusion.
6. Arah implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dilakukan dengan mendudukkan berbagai jenis bank pada posisi yang tepat, sesuai dengan alasan keberadaannya masing-masing agar satu sama lain dapat saling bersinergi dan mempertimbangkan roadmap API berdasarkan best practice perbankan.
7. Mempertimbangkan potensi demografis Indonesia dan relatif masih rendahnya akses keuangan masyarakat, Bank Indonesia bersama pemerintah sedang merumuskan strategi nasional keuangan inklusif.
8. Penguatan tata kelola untuk mencegah pengambilan risiko secara berlebihan bagi eksekutif yang berpotensi memunculkan moral hazard.

Minggu, 27 Februari 2011

Fungsi dan peranan bank indonesia(bank sentral) dalam perbankkan

Tugas Bank Sentral
Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, Bank Indonesia mengemban tiga tugas yang dikenal sebagai Tiga Pilar Bank Indonesia, yaitu:
1. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
2. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan
3. mengatur dan mengawasi Bank. Pelaksanaan ketiga bidang tugas tersebut mempunyai keterkaitan dan karenanya dilakukan secara saling mendukung guna tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien.

PERANAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM PEMBAYARAN

Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar.

BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).

Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik hingga memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran.

Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian resiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN.

Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut, pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang.

Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah dikeluarkan.

Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang memadai maupun dengan peningkatan sarana sistem monitoring.

Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui loket-loket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil.

Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia atau pihak lain yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia.

Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang layak edar di masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, uang hasil cetak kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga yang dengan pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI).

Klasifikasi bank,tugas,fungsi dan kegiatannya

Pengertian Bank

Pada Pasal 1 (butir 2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dikatakan bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Dari definisi di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
Usaha pokok bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan, deposito, maupun giro, dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya.

Bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary)
Maksudnya adalah bank menjadi perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak yang membutuhkan dana (defisit unit).

Bank memiliki fungsi sebagai “Agen Pembangunan” (Agent of Development)
Sebagai badan usaha, bank tidaklah semata-mata mengejar keuntungan (profit oriented), tetapi bank turut bertanggung jawab dalam pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam hal ini bank juga memiliki tanggung jawab sosial.
Klasifikasi Bank

Dengan dikeluarkannya UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tersebut, dunia perbankan Indonesia mengalami perubahan yang cukup mendasar. Sebelum dikeluarkannya UU Nomor 7 Tahun 1992 tersebut, bank-bank pemerintah seperti BNI 1946, Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor, Bank Rakyat Indonesia, Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), dan Bank Tabungan Negara, mempunyai fungsi masing-masing sebagai bank pembangunan, bank tabungan, maupun bank koperasi. Namun setelah dikeluarkan kedua undang-undang di atas, sekarang kita sulit membedakan bank-bank pemerintah berdasarkan fungsinya. Bank-bank pemerintah tersebut sekarang menjalankan fungsi sebagai bank umum.

Ada beberapa cara dalam pengklasifikasian bank-bank di Indonesia, yaitu dilihat dari segi fungsi atau status operasi; kepemilikan; danpenyediaan jasa.

Klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi.
Bank Sentral;
Secara umum, fungsi bank sentral dalam sistem perbankan antara lain: (Siamat, 1993, hal:26)

Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan;

Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan;

Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan;

Sebagai banker’s bank atau lender of last resort;

Memelihara stabilitas moneter;

Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi;

Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat.

Pada Bab II Pasal 4 point 1 UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Kemudian pada pasal 8 disebutkan tentang tugas-tugas BI adalah:

Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;

Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;

Mengatur dan mengawasi bank.

Bank Umum atau Bank Komersial;

Pada Pasal 1 (butir 3) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa “Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.

Dengan demikian ada dua cara yang dapat ditempuh oleh bank dalam menjalankan usahanya, yaitu:

Secara konvensional.
Dalam hal ini bank menggunakan cara-cara yang biasa dipraktekkan dalam dunia perbankan pada umumnya, yaitu menggunakan instrumen “bunga” (interest). Bank akan memberikan jasa bunga tertentu kepada penabung, deposan, atau giran, di sisi lain bank akan mengenakan jasa atau biaya bunga juga kepada debitur, tentunya dengan tingkat yang lebih tinggi.

Prinsip Syariah
Pada butir 13 Pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 1998 ini, dijelaskan bahwa “Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Dengan adanya prinsip syariah ini, tentunya memberikan keleluasaan bagi dunia perbankan nasional dalam memobilisasi dana masyarakat. Sedang bagi masyarakat yang ingin menyimpan dana di bank, maka prinsip syariah ini merupakan alternatif pilihan lain.

Mengenai bentuk hukum suatu bank umum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 point 1 UU Nomor 10 Tahun 1998, dapat berupa:

Perseroan Terbatas;

Koperasi; atau

Perusahaan Daerah.

Usaha Bank Umum

Pada Pasal 6 UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, disebutkan secara rinci mengenai usaha bank. Dan setelah dilakukan perubahan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998, maka usaha bank umum meliputi:

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

memberikan kredit;

menerbitkan surat pengakuan hutang;

membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya;
surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;

Sertifikat Bank Indonesia (SBI);

Obligasi;

surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;

menempatkan dana bank, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;

menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;

melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;

menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR);
Pada Pasal 1 (butir 4) UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa “Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.

Pada Bagian Ketiga Pasal 13 UU No.7 Tahun 1992 yang menyangkut Usaha Bank Perkreditan Rakyat, dan setelah dilakukan perubahan sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998, disebutkan bahwa “Usaha BPR meliputi:

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

memberikan kredit;

menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.

Selanjutnya pada Pasal 14 UU Nomor 7 Tahun 1992 disebutkan, bahwa “BPR dilarang:

menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;

melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;

melakukan penyertaan modal;

melakukan usaha perasuransian;

melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

Pada Pasal 58 UU Nomor 7 Tahun 1992, juga disebutkan mengenai macam-macam bank atau lembaga kredit yang diberi status sebagai BPR, yaitu:

Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan UU ini dengan memenuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Klasifikasi bank berdasarkan kepemilikan.

Bank Milik Negara
Adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Tahun 1999 lalu lahir bank pemerintah yang baru yaitu Bank Mandiri, yang merupakan hasil merger atau penggabungan bank-bank pemerintah yang ada sebelumnya.

Bank Pemerintah Daerah
Adalah bank-bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Bank milik Pemerintah Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Masing-masing Pemerintah Daerah telah memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa Pemerintah Daerah memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Bank Swasta Nasional
Setelah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi pada bulan Oktober 1988 (Pakto 1988), muncul ratusan bank-bank umum swasta nasional yang baru. Namun demikian, bank-bank baru tersebut pada akhirnya banyak yang dilikuidasi oleh pemerintah. Bentuk hukum bank umum swasta nasional adalah Perseroan Terbatas (PT), termasuk di dalamnya Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN), yang telah merubah bentuk hukumnya menjadi PT tahun 1993.

Bank Swasta Asing
Adalah bank-bank umum swasta yang merupakan perwakilan (kantor cabang) bank-bank induknya di negara asalnya. Pada awalnya, bank-bank swasta asing hanya boleh beroperasi di DKI Jakarta saja. Namun setelah dikeluarkan Pakto 27, 1988, bank-bank swasta asing ini diperkenankan untuk membuka kantor cabang pembantu di delapan kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Denpasar, Ujung Pandang (Makasar), Medan, dan Batam. Bank-bank asing ini menjalaskan fungsi sebagaimana layaknya bank-bank umum swasta nasional, dan mereka tunduk pula pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Bank Umum Campuran
Bank campuran (joint venture bank) adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.

Modal disetor minimum untuk mendirikan bank campuran menurut Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 ditetapkan sekurang-kurangnya Rp 100 milyar, dengan ketentuan penyertaan pihak bank yang berkedudukan di luar negeri sebesar-besarnya 85% dari modal disetor.

Klasifikasi bank berdasarkan segi penyediaan jasa.

Bank Devisa
Bank devisa (foreign exchange bank) adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala internasional.

Bank Non Devisa
Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaki-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing.

Klasifikasi bank berdasarkan segi penyediaan jasa :
a. Bank Devisa
Bank devisa (foreign exchange bank) adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala internasional.
b. Bank Non Devisa
Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaki-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing

Fungsi& Kegiatan Bank :
Secara umum, fungsi bank sentral dalam sistem perbankan antara lain :
1.Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan;
2.Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan;
3.Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan;
4.Sebagai banker’s bank atau lender of last resort;
5.Memelihara stabilitas moneter;
6.Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi;
7.Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat.